Fuyul Sojol dalam kenanganku
Masih melekat dalam
ingatan saya, pada pertengahan Tahun 2012 silam, Pegunungan Ogoamas yang
terhampar dari sisi barat kabupaten donggala hingga bagian timur Kabupaten
Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah menjadi tempat kami melakukan kegiatan
Operasi XXV Korpala Unhas. Kegiatan ini merupakan rangkaian prosesi kaderisasi
di Korps Pencinta Alam Universitas Hasanuddin yang saya geluti.
Dengan
berbekal pengetahuan perjalanan alam terbuka kemudian ditunjang dengan kesiapan
fisik dan mental yang baik, merupakan modal awal kami dalam melakukan Operasi
kali ini. Tanggal 12 Juli 2012, tim kami meninggalkan makassar menuju entri
poin kegiatan yakni Desa Balukkang, kec Sojol, Kab Donggala. Banyaknya kendala
terhadap Bus tumpangan kami, mengakibatkan perjalanan memakan waktu menjadi 3
hari lamanya.
Bus tumpangan kami, yang kadang-kadang mogok,,,
Setelah
melalui perjalanan panjang dari Kota Makassar akhirnya kami pun sampai pada
tujuan kami, ± Pukul 16.25 Wita, Tanggal 15 Juli 2012.Dua belas hari waktu yang
digunakan oleh tim kami didalam melakukan Operasi Fuyul Sojol XXV Korpala Unhas
sejak tanggal 16 Juli hingga 27 Juli 2012. Tim yang terdiri dari 11 orang
memulai pendakian dari Dusun Bonde, Desa Balukkang, Kec Sojol Kab Donggala,
menjangkau Puncak Sojol (2888 mtr dpl, sesuai pembacaan di GPS yang menyertai
tim kami) dalam delapan hari. Selanjutnya empat hari kemudian tim kami sampai
di Dusun Tiga Desa Sibolae Kec Tinombo, Kab Parigi Moutong di sisi Timur
pegunungan Ogoamas.
Foto Bersama dengan Sekertasi Desa Balukkang, sebelum tim memulai pendakian.
Selama
kami menelusuri Hutan belantara pegunungan Ogoamas, Kami menemukan beberapa
flora dan Fauna yang unik juga menarik dan belum pernah kami jumpai sebelumnya.
Misalnya talas, pohon padan dengan ukuran raksasa. Juga ada rotan dengan
duri-duri seukuran victorynox. Di bagian lain ada juga hewan seperti Semut,
Nyamuk, Pacet yang berukuran raksasa kemudian juga kami menemukan Katak
berukuran kecil ± 1 cm panjangnya, dengan warna yang sangat mencolok.
Saat bernavigasi
kondisi medan yang ekstrim, hempasan parang menebas rimbunya rotan yang menghalangi jalur pendakian.
Foto bersama dipuncak fuyul sojol.
Salah satu obyek
yang begitu menarik dalam kegiatan ini adalah keberadaan suku Lauje yang
mendiami pegunungan Ogoamas ini. Secara umum suku ini terbagi menjadi dua,
yaitu suku Lauje Atas dan Bawah.
Suku Lauje Bawah sudah banyak berinteraksi
dengan kehidupan yang lebih maju di kaki gunung. Bertani dan berkebun yang
mereka dapati melalui bimbingan penyuluh lapangan departemen pertanian.
Sementara suku Lauje Atas masih cenderung hidup dengan pola yang lebih primitif
dan nomaden. Berburu menjadi aktifitas utama mereka untuk memenuhi kebutuhan
hidup disamping mencari umbi-umbian.
Rumah suku lauje, yang sudah tidak ditempati
Teriakan
au.. au.. au.. menyambut kedatangan tim kami ketika memasuki kampung suku
Lauje. Kemudian yang menjadi kendala kami adalah saat mengetahui masyarakat dari suku tersebut
tidak bisa berbahasa Indonesia. Akhirnya bahasa isyarat menjadi andalan
komunikasi kami selama berinteraksi dengan mereka.
Gubuk yang digunakan
oleh suku Lauje Atas juga tersebar di wilayah atas Pegunungan Ogoamas,
dimanfaatkan bersama oleh masyarakatnya. Gubuk-gubuk yang lebih kecil menjadi
'rumah singgah' bagi mereka yang harus bermalam di sepanjang rute perburuannya. Sumpit dan parang adalah perlengkapan utama di
dalam aktifitas mereka, sebagai penunjang kegiatan berburu. Mata sumpit yang
telah dilumuri racun, diambil dari jenis tumbuhan tertentu, mampu menjangkau
hewan buruannya hingga jarak 20 meter. Bisa yang cukup kuat mampu melumpuhkan
buruan hingga tewas dalam waktu singkat.
Dalam perjalanan
pulang, kami mendapat kehormatan diantar oleh dua warga suku Lauje, hingga ke
kampung Sibolae. Sang pengantar merupakan suku Luaje Atas, yang menarik,
rupanya mereka belum mengenal cara membersihkan diri dengan cara mandi.
Kedengarannya aneh, tetapi begitulah adanya. Di kulit mereka menempel
kerak-kerak kotoran menjadi daki yang begitu tebal. mengajari mereka bagaimana mandi di sungai,
menggunakan sabun dan shampo.
Faktor lain yang
mempengaruhi kegiatan ini berbeda dengan kegiatan lainnya, ialah pelaksanaan
kegiatan bertepatan dengan Puasa di Bulan Ramadhan 1433 H, Melakukan perjalanan
sambil menunaikan Ibadah Puasa menjadikan sebuah tantangan tersendiri bagi
kami. Sesampai di Desa Sibolae, tim beruntung karena di tempat ini ada mesjid.
Berbuka puasa menjadi terasa begitu mewah dan istimewa bagi kami. Terutama
ketika Fadli Isra Saite didaulat untuk memberikan ceramah taraweh dimasjid..
Keesokan harinya ±
Pukul 08.00 Wita, tanggal 28 Juli 2012 kami melanjutkan perjalanan menuju kota
Palu kemudian langsung menuju Kota Makassar, akhirnya Tim kami tiba kembali di
mabes Korpala Unhas 29 Juli 2012 pukul 19.00 wita. Sebait kisah baru telah menambah
rangkaian panjang kesaksian hidup kami. Terima kasih Ya Allah, Terima Kasih
Korpala Unhas "Survive With Korpala"!